MAKALAH
LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
Disusun
oleh:
1. Junia Fitri Mayang Sari 210210027
Program
Studi Muamalah
Fakultas Syariah
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Ponorogo
- Pendahuluan
Lembaga
bisnis Islami (syariah) merupakan salah satu instrument yang digunakan untuk
mengatur aturan-aturan ekonomi Islam. Sebagai bagian dari sistem ekonomi,
lembaga tersebut merupakan bagian dari keseluruhan sistem sosial. Oleh
karenanya, keberadaannya harus dipandang dalam konteks keseluruhan keberadaan
masyarakat (manusia), serta nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat yang
bersangkutan.
Islam menolak
pandangan yang menyatakan bahwa ilmu ekonomi merupakan ilmu yang netral-nilai.[1] Padahal
ilmu ekonomi merupakan ilmu yang syarat orientasi nilai.
Sebenarnya,
bisnis secara syariah tidak hanya berkaitan dengan larangan bisnis yang
berhubungan dengan, seperti masalah alkohol, pornografi, perjudian, dan
aktivitas lain yang menurut pandangan Islam seperti tidak bermoral dan
antisosial. Akan tetapi bisnis secara syariah ditunjukan untuk memberikan
sumbangan positif terhadap pencapaian tujuan sosial-ekonomi masyarakat yang
lebih baik. Bisnis secara syariah dijalankan untuk menciptakan iklim bisnis
yang baik dan lepas dari praktik kecurangan.
Dalam segenap
aspek kehidupan bisnis dan transaksi, dunia Islam mempunyai sistem perekonomian
yang berbasiskan nilai-nilai dan prinsip-prinsip Syariah yang bersumber dari Al
Quran dan Al Hadits serta dilengkapi dengan Al Ijma dan Al Qiyas. Sistem
perekonomian Islam, saat ini lebih dikenal dengan istilah Sistem Ekonomi
Syariah.
Al Quran mengatur kegiatan bisnis bagi orang-perorang dan kegiatan ekonomi secara makro bagi seluruh umat di dunia secara eksplisit dengan banyaknya instruksi yang sangat detail tentang hal yang dibolehkan dan tidak dibolehkan dalam menjalankan praktek-praktek sosial-ekonomi. Para ahli yang meneliti tentang hal-hal yang ada dalam Al Quran mengakui bahwa praktek perundang-undangan Al Quran selalu berhubungan dengan transaksi. Hal ini, menandakan bahwa betapa aktivitas ekonomi itu sangat penting menurut Al Quran.
Al Quran mengatur kegiatan bisnis bagi orang-perorang dan kegiatan ekonomi secara makro bagi seluruh umat di dunia secara eksplisit dengan banyaknya instruksi yang sangat detail tentang hal yang dibolehkan dan tidak dibolehkan dalam menjalankan praktek-praktek sosial-ekonomi. Para ahli yang meneliti tentang hal-hal yang ada dalam Al Quran mengakui bahwa praktek perundang-undangan Al Quran selalu berhubungan dengan transaksi. Hal ini, menandakan bahwa betapa aktivitas ekonomi itu sangat penting menurut Al Quran.
Ekonomi Syariah
menganut faham Ekonomi Keseimbangan, sesuai dengan pandangan Islam, yakni bahwa
hak individu dan masyarakat diletakkan dalam neraca keseimbangan yang adil
tentang dunia dan akhirat, jiwa dan raga, akal dan hati, perumpamaan dan
kenyataan, iman dan kekuasaan. Ekonomi Keseimbangan merupakan faham ekonomi
yang moderat tidak menzalimi masyarakat, khususnya kaum lemah sebagaimana yang
terjadi pada masyarakat kapitalis. Di samping itu, Islam juga tidak menzalimi
hak individu sebagaimana yang dilakukan oleh kaum sosialis, tetapi Islam
mengakui hak individul dan masyarakat.
Dari
kajian-kajian yang telah dilakukan, ternyata Sistem Ekonomi Syariah mempunyai
konsep yang lengkap dan seimbang dalam segala hal kehidupan, namun sebagian
umat Islam, tidak menyadari hal itu karena masih berpikir dengan kerangka
ekonomi kapitalis-sekuler, sebab telah berabad-abad dijajah oleh bangsa Barat,
dan juga bahwa pandangan dari Barat selalu lebih hebat. Padahal tanpa disadari
ternyata di dunia Barat sendiri telah banyak negara mulai mendalami sistem
perekonomian yang berbasiskan Syariah.
Lembaga
Keuangan Syariah sebagai bagian dari Sistem Ekonomi Syariah, dalam menjalankan
bisnis dan usahanya juga tidak terlepas dari saringan Syariah. Oleh karena itu,
Lembaga Keuangan Syariah tidak akan mungkin membiayai usaha-usaha yang di
dalamnya terkandung hal-hal yang diharamkan, proyek yang menimbulkan
kemudharatan bagi masyarakat luas, berkaitan dengan perbuatan mesum/ asusila,
perjudian, peredaran narkoba, senjata illegal, serta proyek-proyek yang dapat
merugikan syiar Islam. Untuk itu dalam struktur organisasi Lembaga Keuangan
Syariah harus terdapat Dewan Pengawas Syariah yang bertugas mengawasi produk
dan operasional lembaga tersebut.
Dalam operasionalnya, Lembaga Keuangan Syariah berada dalam koridor-koridor
prinsip-prinsip:
1. Keadilan, yakni berbagi keuntungan atas dasar penjualan riil sesuai kontribusi dan resiko masing-masing pihak;
Dalam operasionalnya, Lembaga Keuangan Syariah berada dalam koridor-koridor
prinsip-prinsip:
1. Keadilan, yakni berbagi keuntungan atas dasar penjualan riil sesuai kontribusi dan resiko masing-masing pihak;
2. Kemitraan, yang berarti posisi
nasabah investor (penyimpan dana), dan pengguna dana, serta lembaga keuangan
itu sendiri, sejajar sebagai mitra usaha yang saling bersinergi untuk
memperoleh keuntungan;
3. Transparansi, lembaga keuangan
Syariah akan memberikan laporan keuangan secara terbuka dan berkesinambungan
agar nasabah investor dapat mengetahui kondisi dananya;
4. Universal, yang artinya tidak membedakan suku, agama, ras, dan golongan dalam masyarakat sesuai dengan prinsip Islam sebagai rahmatan lil alamin.
4. Universal, yang artinya tidak membedakan suku, agama, ras, dan golongan dalam masyarakat sesuai dengan prinsip Islam sebagai rahmatan lil alamin.
Lembaga
Keuangan Syariah, dalam setiap transaksi tidak mengenal bunga, baik dalam
menghimpun tabungan investasi masyarakat ataupun dalam pembiayaan bagi dunia
usaha yang membutuhkannya. Menurut Dr. M. Umer Chapra , penghapusan bunga akan
menghilangkan sumber ketidakadilan antara penyedia dana dan pengusaha.
Keuntungan total pada modal akan dibagi di antara kedua pihak menurut keadilan.
Pihak penyedia dana tidak akan dijamin dengan laju keuntungan di depan meskipun
bisnis itu ternyata tidak menguntungkan.
Sistem bunga
akan merugikan penghimpunan modal, baik suku bunga tersebut tinggi maupun
rendah. Suku bunga yang tinggi akan menghukum pengusaha sehingga akan
menghambat investasi dan formasi modal yang pada akhirnya akan menimbulkan
penurunan dalam produktivitas dan kesempatan kerja serta laju pertumbuhan yang
rendah. Suku bunga yang rendah akan menghukum para penabung dan menimbulkan
ketidakmerataan pendapatan dan kekayaan, karena suku bunga yang rendah akan
mengurangi rasio tabungan kotor, merangsang pengeluaran konsumtif sehingga akan
menimbulkan tekanan inflasioner, serta mendorong investasi yang tidak produktif
dan spekulatif yang pada akhirnya akan menciptakan kelangkaan modal dan
menurunnya kualitas investasi.
Ciri-ciri
sebuah Lembaga Keuangan Syariah dapat dilihat dari hal-hal sebagai berikut:
1. Dalam menerima titipan dan investasi, Lembaga Keuangan Syariah harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah;
1. Dalam menerima titipan dan investasi, Lembaga Keuangan Syariah harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah;
2. Hubungan antara investor
(penyimpan dana), pengguna dana, dan Lembaga Keuangan Syariah sebagai
intermediary institution, berdasarkan kemitraan, bukan hubungan
debitur-kreditur;
3. Bisnis Lembaga Keuangan Syariah bukan hanya berdasarkan profit orianted, tetapi juga falah orianted, yakni kemakmuran di dunia dan kebahagiaan di akhirat;
3. Bisnis Lembaga Keuangan Syariah bukan hanya berdasarkan profit orianted, tetapi juga falah orianted, yakni kemakmuran di dunia dan kebahagiaan di akhirat;
4. Konsep yang digunakan dalam
transaksi Lembaga Syariah berdasarkan prinsip kemitraan bagi hasil, jual beli
atau sewa menyewa guna transaksi komersial, dan pinjam-meminjam (qardh/ kredit)
guna transaksi sosial;
5. Lembaga Keuangan Syariah hanya
melakukan investasi yang halal dan tidak menimbulkan kemudharatan serta tidak
merugikan syiar Islam
Dalam
membangun sebuah usaha, salah satu yang dibutuhkan adalah modal. Modal dalam
pengertian ekonomi syariah bukan hanya uang, tetapi meliputi materi baik berupa
uang ataupun materi lainnya, serta kemampuan dan kesempatan. Salah satu modal
yang penting adalah sumber daya insani yang mempunyai kemampuan di bidangnya.
Sumber Daya Insani (SDI) yang dibutuhkan oleh sebuah lembaga keuangan syariah, adalah seorang yang mempunyai kemampuan profesionalitas yang tinggi, karena kegiatan usaha lembaga keuangan secara umum merupakan usaha yang berlandaskan kepada kepercayaan masyarakat.
Sumber Daya Insani (SDI) yang dibutuhkan oleh sebuah lembaga keuangan syariah, adalah seorang yang mempunyai kemampuan profesionalitas yang tinggi, karena kegiatan usaha lembaga keuangan secara umum merupakan usaha yang berlandaskan kepada kepercayaan masyarakat.
Untuk SDI lembaga keuangan syariah, selain
dituntut memiliki kemampuan teknis perbankan juga dituntut untuk memahami
ketentuan dan prinsip syariah yang baik serta memilik akhlak dan moral yang
Islami, yang dapat dijabarkan dan diselaraskan dengan sifat-sifat yang harus
dipenuhi, yakni:
-Siddiq,
yakni bersikap jujur terhadap diri sendiri, terhadap orang, dan Allah SWT;
-Istiqomah, yakni bersikap teguh, sabar dan bijaksana;
-Istiqomah, yakni bersikap teguh, sabar dan bijaksana;
-Fathonah,
yakni professional, disiplin, mentaati peraturan, bekerja keras, dan
inovatif;
-Amanah, yakni penuh tanggungjawab dan saling menghormati dalam menjalankan tugas dan melayani mitra usaha;
inovatif;
-Amanah, yakni penuh tanggungjawab dan saling menghormati dalam menjalankan tugas dan melayani mitra usaha;
-Tabligh,
yakni bersikap mendidik, membina, dan memotivasi pihak lain untuk
meningkatkan fungsinya sebagai kalifah di muka bumi.
meningkatkan fungsinya sebagai kalifah di muka bumi.
Selain
peningkatan kompetensi dan profesionalisme melalui pendidikan dan pelatihan,
perlu juga diciptakan suasana yang mendukung di setiap lembaga keuangan
syariah, tidak terbatas hanya pada layout serta physical performance, melainkan
juga nuansa non fisik yang melibatkan gairah Islamiyah.
Hal ini
perlu dilakukan sebagai environmental enforcement, mengingat agar sumber daya
yang telah belajar dan mendapatkan pendidikan serta pelatihan yang baik, ketika
masuk ke dalam pekerjaannya menjadi sia-sia karena lingkungannya tidak
mendukung.
Bisnis
berdasarakan syariah di negeri ini tampak mulai tumbuh. Pertumbuhan itu tampak
jelas pada sektor keuangan. Dimana kita telah mencatat tiga bank umum syariah,
78 BPR Syariah, dan lebih dari 2000 unti Baitul Mal wa Tamwil. Lembaga ini
telah mengelola berjuta bahkan bermiliar rupiah dana masyarakat sesuai dengan
prinsip syariah. Lembaga keuangan tersebut harus beroperasi secara ketat
berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Prinsip ini sangat berbeda dengan prinsip
yang dianut oleh lembaga keuangan non-syariah.
Adapun prinsip-prinsip yang dirujuk
adalah:[2]
1.
Larangan menerapkan bunga pada
semua bentuk dan jenis transaksi
2.
Menjalankan aktivitas bisnis dan
perdagangan berdasarkan pada kewajaran dan keuntungan yang halal.
3.
Mengeluarkan zakat dari hasil
kegiatannya.
4.
Larangan menjalankan monopoli.
5.
Bekerja sama dalam membangun
masyarakat, melalui aktivitas bisnis dan perdagangan yang tidak dilarang oleh
Islam.
- Lembaga Keuangan Syariah
Di atas telah disebutkan bahwa
lembaga keuangan syariah bukan hanya bank, secara garis besar dapat digambarkan di bawah
ini lembaga-lembaga keuangan syariah yang ada, yaitu:
1.
Bank Syariah
i.
Pengertian
Bank merupakan suatu lembaga
keuangan yang mempunyai fungsi utamanya adalah menerima simpanan uang,
meminjamkan uang, dan jasa pengiriman uang,
pada awalnya istilah bank memang tidak di dikenal di dunia islam, yang
lebih dikenal adalah jihbiz yang
mempunyai arti penagih pajak yang pada waktu itu jihbiz dikenal dengan penagih
dan penghitung pajak pada benda yang
kena pajak yaitu barang dan tanah.
Pada zaman Bani Abbasiyyah, jihbiz
lebih dikenal dengan profesi penukaran uang yang pada waktu itu diperkenalkan
mata uang yang dikenal dengan fulus yang terbuat dari tembaga, dengan adanya
fulus para gubernur pemerintahan cenderung mencetak fulusnya masing-masing
sehingga akan berbeda-beda nilai dari fulus tersebut, kemudian ada sistem
penukaran uang. Selain melakukan penukaran uang jihbiz juga menerima titipan
dana, meminjamkan uang, dan jasa pengiriman uang.
ii.
Sejarah
Bank Syariah
Ide
untuk menggunakan bank dengan sistem bagi hasil telah muncul sejak lama dan
ditandai dengan munculnya para pemikir islam yang menulis mengenai bank
syariah, mereka diantaranya Anwar Quraeshi (1946), Naiem Siddiqi (1948), dan
Mahmud Ahmad (1952) dan ditulis kembali secara terperinci oleh Mawdudi (1961),
selain itu tulisan-tulisan Muhammad Hamidullah pada tahun 1944-1962 bisa
dikatakan sebagai pendahulu mengenai perbankan syariah.
Perkembangan
bank syariah modern tercatat di Pakistan dan Malaysia sekitar tahun 1940, yang
pada waktu itu adalah usaha pengelolaan dana jamaah haji secara
non-konvensional. Pada tahun 1940 di Mesir didirikan Mit Ghamr Lokal Saving
Bank oleh Ahmad El-Najar yang dibantu oleh Raja Faisal dari Arab Saudi. Dalam
jangka waktu empat tahun Mit Ghamr berkembang dengan membuka sembilan cabang
dengan nasabah mencapai satu juta orang.
Gagasan
lain muncul dari konferensi negara-negara Islam se-dunia di Kuala Lumpur pada
tanggal 21-27 April 1969 yang diikuti oleh 19 negara peserta.
Di
Indonesia sendiri sudah muncul gagasan mengenai bank syariah pada pertengahan
1970 yang dibicarakan pada seminar Indonesia-Timur Tengah pada tahun 1974 dan
Seminar Internasional pada tahun 1976. Bank syariah pertama di Indonesia adalah
Bank Muamalat yang merupakan hasil kerja tim Perbankan MUI yang ditandatangani
pada tanggal 1 Nopember 1991.
iii.
Produk-produk
Bank Syariah
Secara
garis besar produk perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga yaitu Produk
penyaluran dana, produk penghimpunan dana, dan produk jasa yang diberikan bank
kepada nasabahnya.
·
Penyaluran
Dana
Prinsip Jual Beli (Ba’i)
Jual
beli dilaksanakan karena adanya pemindahan kepemilikan barang. Keuntungan bank
disebutkan di depan dan termasuk harga dari harga yang dijual. Terdapat tiga
jenis jual beli dalam pembiayaan modal kerja dan investasi dalam bank syariah,
yaitu:
·
Ba’i
Al Murabahah: Jual beli dengan harga asalditambah keuntugan yang disepakati
antara pihak bank dengan nasabah, dalam hal ini bank menyebutkan harga barang
kepada nasabah yang kemudian bank memberikan laba dalam jumlah tertentu sesuai
dengan kesepakatan.
·
Ba’i
Assalam: Dalam jual beli ini nasabah sebagai pembeli dan pemesan memberikan
uangnya di tempat akad sesuai dengan harga barang yang dipesan dan sifat barang
telah disebutkan sebelumnya. Uang yang tadi diserahkan menjadi tanggungan bank
sebagai penerima pesanan dan pembayaran dilakukan dengan segera.
·
Ba’i
Al Istishna: Merupakan bagian dari Ba’i Asslam namun ba’i al ishtishna biasa
digunakan dalam bidang manufaktur. Seluruh ketentuan Ba’i Al Ishtishna
mengikuti Ba’i Assalam namun pembayaran dapat dilakukan beberapa kali
pembayaran.
Prinsip
Sewa (Ijarah)
Ijarah
adalah kesepakatan pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui sewa tanpa
diikuti pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa. Dalam hal ini bank
meyewakan peralatan kepada nasabah dengan biaya yang telah ditetapkan secara
pasti sebelumnya.
Prinsip
Bagi Hasil (Syirkah)
Dalam
prinsip bagi hasil terdapat dua macam produk, yaitu:
·
Musyarakah:
Adalah salah satu produk bank syariah yang mana terdapat dua pihak atau lebih
yang bekerjasama untuk meningkatkan aset yang dimiliki bersama dimana seluruh
pihak memadukan sumber daya yang mereka miliki baik yang berwujud maupun yang
tidak berwujud. Dalam hal ini seluruh pihak yang bekerjasama memberikan
kontribusi yang dimiliki baik itu dana, barang, skill, ataupun aset-aset
lainnya. Yang menjadi ketentuan dalam musyarakah adalah pemilik modal berhak
dalam menetukan kebijakan usaha yang dijalankan pelaksana proyek.
·
Mudharabah:
Mudharabah adalah kerjasama dua orang atau lebih dimana pemilik modal
memberikan memepercayakan sejumlah modal kepada pengelola dengan perjanjian
pembagian keuntungan. Perbedaan yang mendasar antara musyarakah dengan
mudharabah adalah kontribusi atas manajemen dan keuangan pada musyarakah
diberikan dan dimiliki dua orang atau lebih, sedangkan pada mudharabah modal
hanya dimiliki satu pihak saja.
·
Penghimpun
Dana
Produk
penghimpunan dana pada bank syariah meliputi giro, tabungan, dan deposito.
Prinsip yang diterapkan dalam bank syariah adalah:
Prinsip
Wadiah
Penerapan
prinsip wadiah yang dilakukan adalah wadiah yad dhamanah yang diterapkan pada
rekaning produk giro. Berbeda dengan wadiah amanah, dimana pihak yang dititipi
(bank) bertanggung jawab atas keutuhan harta titipan sehingga ia boleh
memanfaatkan harta titipan tersebut. Sedangkan pada wadiah amanah harta titipan
tidak boleh dimanfaatkan oleh yang dititipi.
Prisip
Mudharabah
Dalam
prinsip mudharabah, penyimpan atau deposan bertindak sebagai pemilik modal
sedangkan bank bertindak sebagai pengelola. Dana yang tersimpan kemudian oleh
bank digunakan untuk melakukan pembiayaan, dalam hal ini apabila bank
menggunakannya untuk pembiayaan mudharabah, maka bank bertanggung jawab atas
kerugian yang mungkin terjadi.
Berdasarkan
kewenangan yang diberikan oleh pihak penyimpan, maka prinsip mudharabah dibagi
menjadi tiga bagian, yaitu:
·
Mudharabah
mutlaqah: prinsipnya dapat berupa tabungan dan deposito, sehingga ada dua jenis
yaitu tabungan mudharabah dan deposito mudharabah. Tidak ada pemabatasan bagi
bank untuk menggunakan dana yang telah terhimpun.
·
Mudharabah
muqayyadah on balance sheet: jenis ini adalah simpanan khusus dan pemilik dapat
menetapkan syarat-syarat khusus yang harus dipatuhi oleh bank, sebagai contoh
disyaratkan untuk bisnis tertentu, atau untuk akad tertentu.
·
Mudharabah
muqayyadah off balance sheet:Yaitu penyaluran dana langsung kepada pelaksana
usaha dan bank sebagai perantara pemilik dana dengan pelaksana usaha. Pelaksana
usaha juga dapat mengajukan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi bank
untuk menentukan jenis usaha dan
pelaksana usahanya.
·
Jasa
Perbankan
Selain
dapat melakukan kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana, bank juga dapat
memberikan jasa kepada nasabah dengan mendapatan imbalan berupa sewa atau
keuntungan, jasa tersebut antara lain:
Sharf
(Jual Beli Valuta Asing)
Adalah
jual beli mata uang yang tidak sejenis namun harus dilakukan pada waktu yang
sama (spot). Bank mengambil keuntungan untuk jasa jual beli tersebut.
Ijarah
(Sewa)
Kegiatan
ijarah ini adalah menyewakan simpanan (safe deposit box) dan jasa tata-laksana
administrasi dokumen (custodian), dalam hal ini bank mendapatkan imbalan sewa
dari jasa tersebut.
- Bank Perkreditan Rakyat Syariah
i.
Pengertian
Menurut undang-undang (UU) Perbankan No. 7 tahun 1992, BPR adalah
lembaga keuangan yang menerima simpanan uang hanya dalam bentuk deposito
berjangka tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dalam bentuk itu
dan menyalurkan dana sebagai usaha BPR. Pada UU Perbankan No. 10 tahun 1998,
disebutkan bahwa BPR adlah lemabaga keuangan bank yang melaksanakan kegiatan
usahanya secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah.
Pengaturan pelaksanaan BPR yang menggunakan
prinsip syariah tertuang pada surat Direksi Bank Indonesia No.
32/36/KEP/DIR/tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah
tanggal 12 Mei 1999. Dalam hal ini pada teknisnya BPR syariah beroperasi
layaknya BPR konvensional namun menggunakan prinsip syariah.
ii.
Sejarah
BPR merupakan penjelmaan dari Bank
Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai Lumbung Nagari (LPN), Lembaga
perkreditan Desa (LPD), Badan Kredit Desa (BKD), Bada Kredit Kecamatan (BKK),
Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK),
Bank Karya Produksi Desa (BKPD), dan
atau lembaga lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu.
Lembaga-lembaga keuangan yang
disebutkan merupakan lembaga yang berpengaruh atas berdirinya BPR Syariah,
keberadaan lembaga keuangan tersebut memunculkan pemikiran untuk mendirikan
Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang berdiri pada tahun 1992, namun pada
kenyatannya cakupan wilayah untuk BMI sangat terbatas pada wilayah tertentu
seperti kecamatan, kabupaten, dan desa. Maka dalam hal ini diperlukan adanya
BPR untuk menangani masalah keuangan di wilayah-wilayah yang tidak dijangakau
oleh BMI.
Pada awalnya ditetapkan tiga lokasi
untuk mendirikan BPR Syariah, yaitu PT BPR Dana Mardhatillah di Kecamatan
Margahayu-Bandung, PT BPR Berkah Amal Sejahtera di Kecamatan Padalarang-Bandung,
dan PT BPR Amanah Rabbaniyah di Kecamatan Banjaran-Bandung. Ketiga BPR tersebut
mendapatkan izin prinsip Menteri Keuangan RI pada tanggal 8 Oktober 1990.
iii. Tujuan
Tujuan
didirikannya BPR Syariah adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat
islam, terutama masyarakat golongan ekonomi lemah yang pada umumnya di daerah
pedesaan.
b. Menambah lapangan kerja terutama di
tingkat kecamatan sehingga dapat mengurangi arus urbanisasi.
c. Membina semangat ukhuwah islamiyyah melalui kegiatan ekonomi dalam rangka
meningkatkan pendapatan per kapita menuju kualitas hidup yang memadai.
Untuk mencapai tujuan operasional
BPR Syariah tersebut diperlukan strategi operasional sebagai berikut:
a. BPR Syariah tidak bersifat menunggu
terhadapa datangnya permintaan fasilitas melainkan bersifat aktif dengan
melakukan sosialisasi/penelitian kepada usaha-usaha berskala kecil yang perlu
dibantu tambahan modal, sehingga memiliki prospek bisnis yang baik.
b. BPR Syariah memiliki jenis usaha yang
waktu perputaran uangnya jangka pendek dengan mengutamakan usaha skala menengah
dan kecil.
c. BPR Syariah mengkaji pangsa pasar,
tingkat kejenuhan serta tingkat kompetitifnya produk yang akan diberi
pembiayaan.
iv. Usaha-usaha BPR Syariah
Usaha BPR Syariah untuk
melangsungkan kegiatan operasionalnya antara lain:
a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam
simpanan deposito berjangka, tabungan, dan atau bentuk tabungan lainnya yang
dipersamakan dengan itu.
b. Menyediakan pembiayaan dan penempatan
dana berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia.
c. Menempatkan dananya dalam bentuk
Sertifikat Bank Indonesia, deposito berjangka, serifikat deposito, dan atau
tabungan pada bank lain.
UU
BPR Syariah kemudian dipertegas dalam kegiatan operasional BPR Syariah dalam
pasal 27 SIK DIR. BI 32/36/1999, sebagai berikut:
a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan yang meliputi:
·
Tabungan
berdasarkan prinsip wadiah dan mudharabah.
·
Deposito
berjangka berdasarkan prinsip mudharabah.
·
Bentuk
lain yang menggunakan prinsip wadiah atau
mudharabah.
b. Melakukan penyaluran dana melalui:
·
Transaksi
jual beli melalui prinsip murabahah,
istishna, salam, ijarah, dan jual beli lainnya.
·
Pembiayaan
bagi hasil berdasarkan prinsip mudharabah,
musyarakah, dan bagi hasil lainnya.
·
Pembiayaan
lain berdasarkan prinsip rahn dan qardh.
c. Melakukan kegiatan lain yang lazim
dilakukan BPR Syariah sepanjang disetujui oleh Dewan Syariah Nasional.
- Pegadaian Syariah
i.
Rukun
dan Syarat Transaksi Gadai:
i.i
Rukun Gadai
a. Ada ijab dan qabul (shigat).
b. Terdapat orang yang berakad adalah yang
menggadaikan (rahin) dan yang menerima gadai (murtahin).
c. Ada jaminan (marhum) berupa barang /
harta.
d. Utang (marhun bih).
i.ii. Syarat Sah Gadai
a.
Shigat
b.
Orang
yang berakad
c.
Barang
yang dijadikan pinjaman
d.
Utang
(marhun bih)
ii.
Hak dan Kewajiban Pihak yang Berakad
ii.i
Penerima Gadai (Murtahin)
Hak
·
Apabila
rahin tidak dapat memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo, murtahirin
berhak untuk menjual marhun
·
Untuk
menjaga keselamatan marhun, pemegang gadai berhak mendapatkan penggantian biaya
yang dikeluarkan
·
Pemegang
gadai berhak menahan barang gadai dari rahin, selama pinjaman belum dilunasi
Kewajiban
·
Apabila
terjadi sesuatu (hilang ataupun cacat) terhadap marhun akibat dari kelalaian,
maka murtahin harus bertanggung jawab
·
Tak
boleh menggunakan marhun untuk kepentingan pribadi
·
Sebelum
diadakan pelelangan marhun harus ada pemberitahuan kepada rahin
ii.ii.
Pemberi Gadai
Hak
·
Setelah
pelunasan pinjaman, rahin berhak atas barang gadai yang ia serahkan kepada
murtahin
·
Apabila
terjadi kerusakan atau hilangnya barang gadai akibat kelalaian murtahin, rahin
menuntut ganti rugi atas marhun
·
Setelah
dikurangi biaya pinjaman dan biaya-biaya lainnya, rahin berhak menerima sisa
hasil penjualan mahun
·
Apabila
diketahui terdapat penyalahgunaan marhun oleh murtahin, maka rahin berhak untuk
meminta marhunnya kembali
Kewajiban
·
Melunasi
pinjaman yang telah diterima serta biaya-biaya yang ada didalam kurun waktu
yang telah ditentukan
·
Apabila
dalam jangka waktu yang telah ditentukan rahin tak dapat melunasi pinjamannya,
maka harus merelakan penjalan atas marhun miliknya
iii. Akad Perjanjian Transaksi Gadai
iii.i
Qadr al-Hasan
Akad ini digunakan nasabah untuk
tujuan komsumtif. Oleh karena itu nasabah akan dikenakan biaya perawatan dan
penjagaan barang gadaian kepada pegadai.
iii.ii
Mudharabah
Akad ini diberikan bagi nasabah
yang ingin memperbesar modal usahanya atau untuk pembiayaan lain yang bersifat
produktif.
iii.iii
Ba’i Muqayyadah
Akad ini diberikan bagi nasabah
untuk keperluan yang bersifat produktif.
iii.iv
Ijarah
Obyek dari akad ini adalah
pertukaran manfaat tertentu, bentuknya adalah murtahin menyewakan tempat
penyimpanan barang.
iv. Mekanisme Operasional Pegadaian Syariah
Teknis
pelaksanaan kegiatan pegadaian syariah adalah, sebagai berikut :
iv.i
Jenis barang yang digadaikan
·
Perhiasan
·
Alat-alat
rumah tangga, dapur, makan-minum, kebun, dan sejenisnya
·
Kendaraan
iv.ii
Biaya biaya
·
Biaya
administrasi pinjaman
·
Jasa
simpanan
iv.iii
Sistem cicilan atau perpanjangan
iv.iv
Ketentuan pelunasan pinjaman dan pengambilan barang gadai
No.
|
Besarnya Taksiran
|
Nilai Taksiran
|
Biaya Administrasi
|
Tarif Jasa Simpanan
|
Kelipat -an
|
A
|
100.000 - 500.000
|
500000
|
5.000
|
45
|
10
|
B
|
510.000 - 1.000.000
|
> 500.000 – 1.000.000
|
6.000
|
225
|
50
|
C
|
1.050.000 – 5.000.000
|
> 1.000.000 – 5.000.000
|
7.500
|
450
|
100
|
D
|
5.050.000 – 10.000.000
|
> 5.000.000 – 10.000.000
|
10.000
|
2.250
|
500
|
E
|
10.050.000
|
> 10.000.000
|
15.000
|
4.500
|
1.000
|
iv.v
Proses pelelangan barang gadai
Pelelangan baru
dapat dilakukan jika nasabah tak dapat mengembalikan pinjamannya. Teknisnya
harus ada pemberitahuan 5 hari sebelum tanggal penjualan.
v.
Jasa dan Produk Pegadaian Syariah
·
Pemberian pinjaman atau pembiayaan atas dasar hukum gadai
·
Penaksiran nilai barang
·
Penitipan barang (ijarah)
·
Gold counter
·
- Asuransi Syariah
i.
Pengertian
Kata asuransi
berasal dari bahasa inggris, “insurance”.
Dalam bahasa arab istilah asuransi biasa diungkapkan dengan kata at-tamin yang secara bahasa berarti tuma’ ninatun nafsi wa zawalul khauf, tenangnya
jiwa dan hilangnya rasa takut.
Asuransi menurut
UU RI No.2 th. 1992 tentang usaha perasuransian, yang dimaksud dengan asuransi
yaitu perjanjian antara dua belah pihak atau lebih, dengan mana pihak
penanggung mengikatkan diri dengan pihak tertanggung, dengan menerima premi
asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian,
kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab
hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung, yang timbul dari
suatu peristiwa yang tak pasti atau untuk memberikan suatu pembayaran yang
didasarkan atas meninggal atau hidupnya seeseorang yang dipertanggungkan.
Sedangkan
pengertian asuransi syariah menurut fatwa DSN-MUI adalah usaha saling
melindungi dan tolong-menolong diantara sejumlah orang atau pihak melalui investasi
dalam bentuk asset dan atau tabarru memberikan pola pengembalian untuk
menghadapi risiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah.
ii.
Pendapat Ulama Tentang Asuransi
Pada ulasan
asuransi, pada awalnya para ulama berbeda pendapat dalam menentukan keabsahan
praktek hukum asuransi, disanalah menjadi controversial, dan terhadap masalah
ini dapat dipilah menjadi dua kelompok, adanya ulama yang mengharamkan
asuransi, dan ada juga yang memperbolehkan asuransi.berikut alasan /
argumentasinya :
Alasan ulama
yang mengharamkan praktek asuransi, adalah :
·
Asuransi mengandung unsur perjudian yang sangat dilarang di islam
·
Asuransi mengandung unsur ketidakpastian
·
Asuransi mengandung unsur riba yang dilarang dalam islam
·
Asuransi termasuk jual-beli atau tukar-menukar mata uang tidak secara
tunai
·
Asuaransi obyek bisnisnya digantungkan pada hidup matinya seseorang,
yang berarti mendahului takdir Allah SWT
·
Asuransi mengandung unsur eksploitasi yang bersifat menekan
Argumentasi
ulama dalam memperbolehkan asuransi, adalah :
·
Tidak terdapat nash Al-Qur’an atau Hadist yang melarang asuransi
·
Dalam asuransi terdapat kesepakatan dan kerelaan antara kedua belah
pihak
·
Asuransi menguntungkan kedua belah pihak
·
Asuransi mengandung unsur kepentingan umum, sebab premi-premi yang dapat
diinvestasikan dalam kegiatan pembangunan
·
Asuransi termasuk akad mudharobah antara pemegang polis dengan
perusahaan asuransi
·
Asuransi termasuk syirikah at-ta’awuniyah, usaha bersama yang didasarkan
pada prinsip tolong-menolong
iii.
Akad
Pada Asuransi Syariah
Akad pada operasional asuransi
syariah dapat didasarkan pada akad tabarru’, yaitu akad yang didasarkan atas
pemberian dan pertolongan dari satu pihak kepada pihak yang lain.
Dengan akad tabbaru’ berarti
peserta asuransi telah melakukan persetujuan dan perjanjian dengan perusahaan
asuransi untuk menyerahkan pembayaran sejumlah dana (premi) ke perusahaan agar
dikelolah dan dimanfaatkan untuk membantu peserta lain yang kebetulan mengalami
kerugian. Akad tabarru’ ini mempunyai tujuan utama yaitu terwujudnya kondisi
saling tolong-menolong antara peserta asuransi untuk saling menanggung
(tafakul) bersama
Akad lain yang dapat diterapkan
dalam bisnis asuransi adalah akad mudharabah
, yaitu satu bentuk akad yang didasarkan pada prinsip profit dan loss
sharing atas untung dan rugi, dimana dana yang terkumpul dalam total rekening
tabungan dapat di investasikan oleh perusahaan asuransi yang risiko investasi
ditanggung bersama antara perusahaan dan nasabah.
iv.
Perbedaan
Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional
No.
|
Materi Pembeda
|
Asuransi Syariah
|
Asuransi Konvensional
|
1
|
Akad
|
Tolong-menolong dan investasi
|
Jual-beli (tabaduli)
|
2
|
Kepemilikan dana
|
Dana yang terkumpul dari nasabah (premi) merupakan milik
peserta, perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengolahnya
|
Dana yang terkumpul dari nasabah (premi) menjadi milik
perusahaan. Perusahaan bebas untuk menentukan investasinya
|
3
|
Investasi dana
|
Investasi dana berdasar syariah dengan sistem bagi hasil
(mudharabah)
|
Investasi dana berdasarkan bunga (riba)
|
4
|
Pembayaran klaim
|
Dari rekening tabarru’ (dana sosial) seluruh peserta
|
Dari rekening dana perusahaan
|
5
|
Keuntungan
|
Dibagi antara perusahaan dengan peserta, sesuai prinsip bagi
hasil
|
Seluruhnya menjadi milik perusahaan
|
6
|
Dewan pengawas syariah
|
Ada dewan pengawas syariah mengawasi manajemen, produk, dan
investasi
|
Tidak ada
|
- Baitul Maal Wattamwil (BMT)
i.
Pengertian
Baitul Maal wat Tamwil
(BMT) atau Balai Usaha Mandiri Terpadu, adalah lembaga keuangan mikro yang
dioperasikan dengan prinsip bagi hasil, menumbuh kembangkan derajat dan
martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin, ditumbuhkan atas prakarsa
dan modal awal dari tokoh-tokoh masyarakat setempat dengan berlandaskan pada
system ekonomi yang salaam.
ii.
Asas dan Prinsip Dasar
Prinsip dasar BMT, adalah:
1. Ahsan (mutu hasil terbaik), thayyiban
(terindah), ahsanu ’amala(memuaskan semua pihak), dan sesuai dengan nilai-nilai
salaam: keselamatan, kedamaian, dan kesejahteraan.
2. Barokah, artinya berdaya guna, berhasil
guna, adanya penguatan jaringan, transparan(keterbukaan), dan bertangggung
jawab sepenuhnya kepada masyarakat.
3. Spiritual communication (penguatan nilai
ruhiyah)
4. Demokratis, partisipatif, dan inklusif.
5. Keadilan social dan kesetaraan jender,
non-diskriminatif
6. Ramah lingkungan
7. Peka dan bijak terhadap pengetahuan dan
budaya local, serta keanekaragaman budaya.
8. Keberlanjutan, memberdayakan masyarat
dengan meningkatkan kemampuan diri dan lembaga masyarakat lokal.
iii.
Sifat, Peran, dan Fungsi
BMT bersifat terbuka,
independen, tidak partisan, berorientasi pada pengembangan tabungan dan
pembiayaan untuk mendukung bisnis ekonomi yang produktif bagi anggota dan
kesejahteraan social masyarakat sekitar, terutama usaha mikro dan fakir miskin.
Peran BMT di masyarakat sebagai
berikut :
1. Motor penggerak ekonomi dan social
masyarakat banyak
2. Ujung tombak pelaksanaan system ekonomi
syariah
3. Penghubung antara kaum aghnia (kaya) dan
kaum dhu’afa (miskin)
4. Sarana pendidikan informal untuk
mewujudkan prinsip hidup yang barakah, ahsanu ‘amaia dan salaam melalui
spiritual communication dengan dzikir qalbiyah ilahiah.
Fungsi BMT di masayarakat
1. Meningkatkan kualitas SDM anggota,
pengurus, dan pengelola menjadi lebih professional, salaam, dan amanah sehingga
semakin utuh dan tangguh dalam berjuang dan berusaha menghadapi tantangan
global.
2. Mengorganisir dan memobilisasi dana
sehingga dana yang dimiliki oleh masyarakat dapat termanfaatkan secara optimal
di dalam dan luar organisasi untuk kepentingan rakyat banyak.
3. Mengembangkan kesempatan kerja.
4. Mengukuhkan dan meningkatkan kualitas
usaha dan pasar produk-produk anggota
5. Memperkuat dan meningkatkan kualitas
lembaga-lembaga ekonomi dan sosial rakyat banyak.
iv.
Pendirian BMT
BMT dapat didirikan oleh :
1. Sekurang-kurangnya 20 orang.
2. Satu pendiri dengan lainnya sebaiknya
tidak memiliki hubungan keluarga vertical dan horizontal satu kali.
3. Sekurang-kurangnya 70% anggota pendiri
bertempat tinggal di sekitar daerah kerja BMT.
4. Pendiri dapat bertambah dalam
tahun-tahun kemudian jika disepakati oleh rapat para pendiri.
v.
Permodalan BMT
Modal BMT terdiri dari :
1.
Simpanan
pokok.
2.
Simpanan
Pokok Khusus.
vi.
Mekanisme kerja BMT
Cara kerja BMT adalah sebagai berikut :
1. Pendamping atau beberapa pemrakarsa yang
mengetahui tentang BMT, menyampaikan dan menjelaskan idea tau gagasan ini
kepada rekan-rekannya sebagai upaya untuk menarik beberapa orang sebagai
pemrakarsa awal hingga mencapai lebih dari 20 orang.
2. Dua puluh orang atau lebih tersebut
kemudian menyepakati pendirian BMT di desa, kecamatan, pasar, atau masjid dan
bersepakat mengumpulkan modal awal pendirian BMT.
3. Modal awal kemudian ditentukan sesuai
dengan kesepakata bersama (tidak harus sama jumlahnya antara pemrakarsa, hingga
mencapai jumlah yang telah ditentukan untuk pendirian sebuah BMT).
4. Pemrakarsa membuat rapat untuk memilih
pengurus BMT.
5. Pengurus BMT kemudian merapatkan dan
merekrut pengelola/ manajemen BMT dari lingkungan tersebut yang memiliki sifat
sidiq, amanah, fathanah dan benar-benar menguasai visi, misi, tujuan dan
usaha-usaha BMT, serta memiliki keinginan keras dan dengan sepenuh hati untuk
mengembangkan BMT.
6. Penggurus BMT menghubungi PINBUK
setempat untuk memberikan pelatihan kepada calon pengelola/manajemen BMT
tersebut(umumnya 2 minggu pelatihan dan magang).
7. Pengelola yang telah diberi pelatihan
kemudian membuka kantor dan menjalankan BMT, dengan giat menggalakan simpanan
masyarakat dan memberikan pembiayaan pada usaha mikro dan kecil di sekitarnya.
8. Pembiayaan pada usaha mikro dilakukan
dengan menerapkan system bagi hasil yang disampaikan sesuai dengan akad yang
telah disepakati.
9. Hasil dari bagi hasil ini kemudian
digunakan oleh para pengelola untuk membayar honor para pengelola dan membayar
kegiatan operasional BMT.
10. Hasil dari bagi hasil juga digunakan
untuk membayar bagi hasil kepada penyimpanan data, diupayakan agar nilai bagi
hasil yang diperoleh para penyimpan dana bias lebih besar dari bunga bank
konvensional.
6.
Pasar Modal Syariah
i.
Pengertian
Istilah sekuritas
(securities) seringkali disebut juga dengan efek, yakni sebuah nama kolektif
untuk macam-macam surat berharga, misalnya saham, obilgasi, surat hipotik, dan
jenis surat lain yang membuktikan hak milik atas sesuatu barang. Dengan istilah
yang hampir sama, sekuritas juga dapat dipahami sebagai promissory
notes/commercial bank notes yang menjadi bukti bahwa satu pihak mempunyai
tagihanpada pihak lain. Adapun,yang
dimaksud dengan sekuritas syariah atau efek syariah adalah efek sebagaimana
dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal yang akad,
pengelolaan perusahaan, maupun cara penerbitannya memenuhi prinsip-prinsip
syariah.
Diantara bank-bank
islam yang ada, terdapat dua pendapat yang berbeda dalam menyikapi surat
berharga. Pertama, mayoritas bank islam menolak perdagangan surat berharga.
Kedua, bank islam di Malaysia, dalam beberapa kondisi termasuk juga bank islam
di Indonesia, menerima transaksi surat berharga.
Alasan penyangkalan
mereka yang enolak surat berharga adalah karena di dalamnya terkandung bai
ad-dyn (jual beli utang). Sementara itu islam secara tegas telah engharamkan
jual beli utang. Reaksi yang berbeda dikemukakan oleh pendapat kedua, yakni
mereka yang mengabsahkan transaksi surat berharga. Umumnya mereka menyandarkan
pada prinsip bahwa surat berharga tersebut haruslah di endors(dijamin) oleh
pihak penerbit, kemudian surat berharga tersebut haruslah timbul dari aktivatas
yang tidak bertentangan dengan syariah. Jadi, selama kedua hal ini tidak
dilanggar, tarnsaksi surat berharga menjadi sah karenanya.
Terlepas bagaimanapun
reaksi yang diungkapkan oleh umat. Yang pasti, islam sangat menganjurkan
umatnya untuk melakukan aktifitas ekonomi (mu’amalah) dengan cara yang benar
dan baik, serta melarang penimbunan barang, atau membiakan harta menjadi tidak
produktif, sehingga aktifitas ekonomi yang dilakukan depat meningkatkan ekonomi
umat. Tujuan utamanya adalah untuk memproleh keuntungan (falah), baik materi
maupun non materi, dunia dan akhirat. Sementara itu, segala bentuk aktivitas
ekonomi yang dilakukan haruslah berdasarkan suka sama suka, berkeadilan, dan
tidak saling merugikan.
Karena itu sehubungan
dengan pembahasan sekuritas syariah ini, ada tiga kategori sekuritas. Pertama,
segala jenis sekuritas yang menawarkan predetermined fixed income tidak
diperbolehkan dalam islam, karena termasuk kategori riba. Dengan demikian,
interest bearing security baik long term maupun short term. Akan masuk daftar
instrument investasi yang tidak sah. Saham preferen (preference stock),
debenture, treasury securities and consul, dan commercial papers masuk dalam
kategori ini.
Kategori kedua,
sekuritas- sekuritas yang berbeda dalam grey area (questionable) karena
dicurigai sarat dengan gharar, meliputi produk-produk derivates, seperti
forward, future dan juga options.
Kategori ketiga, yakni
sekuritas yang diperbolehkan, baik secara penuh maupun dengan catatan-catatan
meliputi, saham, dan islmic bonds, profit loss sharing based, government
securities, penggunaan institusi pasar sekunder dan mekanismenya semisal margin
trading. Karena sering seklai catatan-catatannya begitu dominan.
7.
Reksa Dana Syariah
Reksa
dana diartikan sebagai wadah yang dipergunkanan untuk menghimpun dana dari
masyarakat investor untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh
manajer investasi. Reksa dana merupakan investasi campuran yang menggabungkan
saham dan obligasi dalam satu produk.
Sedangkan
Reksa Dana Syariah merupakan sarana investasi campuran yang menggabungkan saham
dan obligasi syariah dalam satu produk yang dikelola oleh manajer investasi.
Manajer investasi menawarkan Reksa Dana Syariah kepada para investor yang
berminat, sementara dana yang diperoleh dari investor tersebut dikelola oleh
manajer investasi untuk ditanamkan dalam saham atau obligasi syariah yang
dinilai menguntungkan.
Keuntungan
Investasi Melalui Reksa Dana
1.
Diversifikasi investasi
Diversifikasi
yang terwujud dalam bentuk portofolio akan menurunkan tingkat resiko. Reksa
Dana melakukan diversifikasi dalam berbagai instrumen efek, sehingga dapat
menyebarkan resiko atau memperkecil resiko. Investor walaupun tidak memiliki
dana yang cukup besar dapat melakukan diversifikasi investasi dalam efek
sehingga dapat memperkecil risiko. Hal ini berbeda dengan pemodal individual
yang misalnya hanya dapat membeli satu atau dua jenis efek saja.
2. Kemudahan
Investasi
Reksa
Dana mempermudah investor untuk melakukan investasi di pasar modal. Kemudahan
investasi tercermin dari kemudahan
pelayanan administrasi dalam pembelian maupun penjualan kembali unit
penyertaan. Kemudahan juga diperoleh investor dalam melakukan reinvestasi
pendapatan yang diperolehnya sehingga unit penyertaannya dapat terus bertambah.
3. Efisiensi
Biaya dan Waktu
Karena
reksa dana merupakan kumpulan dana dari banyak investor, maka biaya
investasinya akan lebih murah bila dibandingkan jika investor melakukan
transaksi secara individual di bursa. Pengelolaan yang dilakukan oleh manajer
investasi secara profesional, tidak perlu bagi bagi investor untuk memantau
sendiri kinerja investasinya tersebut.
4. Likuiditas
Pemodal
dapat mencairkan kembali saham / unit penyertaan setiap saat sesuai ketetapan
yang dibuat masing-masing reksa dana, sehingga memudahkan investor untuk
mengelola hasilnya. Reksa dana wajib membeli kembali unit penyertaannya,
sehingga sifatnya menjadi likuid.
5.
Transparansi Informasi
Reksa
dana diwajibkan memberikan informasi atas perkembangan portofolio dan biayanya,
secara berkala dan kontinyu, sehingga pemegang unit penyertaan dapat
memantau keuntungan, biaya dan
resikonya.
Risiko Investasi dengan Reksa Dana
1. Risiko
berkurangnya nilai unit penyertaan.
Risiko
ini dipengaruhi oleh turunnya harga dari efek (saham, obligasi, dan surat
berharga lainnya) yang masuk dalam portofolio reksa dana tersebut.
2. Risiko
Likuiditas
Risiko
ini menyangkut kesulitan yang dihadapi manajer investasi jika sebagian besar
pemegang unit melakukan penjualan kembali (redemption) atas unit-unit yang
dipegangnya. Manajer investasi akan mengalami kesulitan dalam menyediakan uang
tunai atas redemption tersebut.
3. Risiko
Politik dan Ekonomi
Perubahan
kebijakan ekonomi politik dapat mempengaruhi kinerja bursa dan perusahaan
sekaligus. Dengan demikian harga sekuritas akan terpengaruh yang kemudian mempengaruhi
portofolio yang dimiliki reksa dana.
4. Risiko
Pasar
Hal
ini terjadi karena sekuritas di pasar efek memang berfluktuasi sesuai dengan
kondisi ekonomi secara umum. Terjadinya fluktuasi di pasar efek akan
berpengaruh langsung pada nilai bersih portofolio, terutama jika terjadi
koreksi atau pergerakan negatif.
5. Risiko
Inflasi
Terjadinya
inflasi akan menyebabkan menurunnya total
real return investasi. Pendapatan yang diterima dari investasi dalam reksa
dana bisa jadi tidak dapat menutup kehilangan karena menurunnya daya beli (loss of purchasing power).
6. Risiko
Nilai Tukar
Risiko
ini dapat terjadi jika terdapat sekuritas luar negeri dalam portofolio yang
dimiliki. Pergerakan nilai tukar akan mempengaruhi nilai sekuritas yang
termasuk foreign invesment setelah
dilakukan konversi dalam mata uang domestik.
7. Risiko
Spesifik
Risiko
ini adalah risiko dari setiap sekuritas yang dimiliki. Disamping dipengaruhi
pasar secara keseluruhan, setiap sekuritas mempunyai risiko sendiri-sendiri.
Setiap sekuritas dapat menurun nilainya jika kinerja perusahaannya sedang tidak
bagus, atau juga adanya kemungkinan mengalami
default, tidak dapat membayar
kewajibannya.
Dilihat
dari portofolio investasinya atau kemana kumpulan dana diinvestasikan, reksa
dana dapat dibedakan menjadi :
1. Reksa dana
pasar Uang
Reksa
dana jenis ini hanya melakukan investasi pada efek bersifat utang dengan jatuh
tempo kurang dari satu tahun. Tujuannya adalah untuk menjaga likuiditas dan
menjaga modal.
2. Reksa Dana
Pendapatan Tetap
Reksa
dana jenis ini melakukan investasi sekurang-kurangnya 80% dari aktivanya dalam
bentuk efek bersifat utang. Reksa dana ini memiliki risiko yang relatif lebih
besar dari pada Reksa Dana Pasar Uang. Tujuannya adalah untuk menghasilkan
tingkat pengembalian yang stabil.
3. Reksa Dana
Saham
Reksa
dana yang melakukan investasi sekurang-kurangnya 80% dari aktivanya dalam bentuk efek bersifat
ekuitas. Karena investasinya dilakukan pada saham, maka risikonya lebih tinggi
dari dua jenis reksa dana sebelumnya namun menghasilkan tingkat pengembalian
yang tinggi.
4. Reksa Dana
Campuran
Reksa
dana jenis ini melakukan investasi dalam efek bersifat ekuitas (contoh: saham)
dan efek bersifat utang (contoh : obligasi).
Reksa
Dana Syariah ditujukan untuk memenuhi kebutuhan kelompok investor yang
menginginkan memperoleh pendapatan investasi dari sumber dan cara yang bersih
dapat dipertanggungjawabkan secara religius yang memang sejalan dengan prinsip
syariah.
Reksa
Dana Syariah dapat mengambil bentuk seperti reksa dana konvensional. Namun
memilki perbedaan dalam operasionalnya, dan yang paling tampak adalah proses screening dalam mengontruksi portofolio.
Filterisasi menurut prinsip syariah akan mengeluarkan saham yang memiliki
aktivitas haram seperti riba, gharar, minuman keras, judi, daging babi, rokok,
prostitusi, pornografi dan seterusnya. Reksa Dana Syariah di dalam investasinya
tidak hanya bertujuan untuk mendapatkan return
yang tinggi. Tidak hanya melakukan maksimalisasi kesejahteraan yang tinggi
terhadap pemilik modal, tetapi memperhatikan pula bahwa portofolio yang
dimiliki tetap berada pada aspek investasi pada perusahaan yang memiliki produk
halal dan baik yang tidak melanggar aturan syariah.
Perbedaan Reksa dana Syariah dan Konvensional
Ada
beberapa hal yang membedakan antara reksa dana konvensional dan reksa dana
syariah. Dan tentunya ada beberapa hal yang juga harus diperhatikan dalam
investasi syariah ini.
a.
Kelembagaan
Dalam syariah islam belum dikenal lembaga
badan hukum seperti sekarang. Tapi lembaga badan hukum ini sebenarnya
mencerminkan kepemilkikan saham dari perusahaan yang secara syariah diakui.
Namun demikian, dalam hal reksa dana syariah, keputusan tertinggi dalam hal
keabsahan produk adalah Dewan Pengawas syariah yang beranggotakan beberapa alim
ulama dan ahli ekonomi syariah yang direkomendasikan oleh Dewan Pengawas
Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia. Dengan begitu proses didalam akan
terus diikuti perkembangannya agar tidak keluar dari jalur syariah yang menjadi
prinsip investasinya.
b.
Hubungan Investor dan Perusahaan
Akad antara investor dengan lembaga hendaknya dilakukan dengan sistem mudharabah. Secara teknis, al-mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi, ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian tersebut bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian tersebut karena kecurangan atau kelalaian pengelola maka pengelola harus bertanggungjawab atas kerugian tersebut. Dalam hal ini transaksi jual beli, saham-saham dalam reksa dana syariah dapat diperjual belikan. Saham-saham dalam reksa dana syariah merupakan yang harta (mal) yang dibolehkan untuk diperjual belikan dalam syariah. Tidak adanya unsur penipuan (gharar) dalam transaksi saham karena nilai saham jelas. Harga saham terbentuk dengan adanya hukum supply and demand. Semua saham yang dikeluarkan reksa dana tercatat dalam administrasi yang rapih dan penyebutan harga harus dilakukan dengan jelas.
Akad antara investor dengan lembaga hendaknya dilakukan dengan sistem mudharabah. Secara teknis, al-mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi, ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian tersebut bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian tersebut karena kecurangan atau kelalaian pengelola maka pengelola harus bertanggungjawab atas kerugian tersebut. Dalam hal ini transaksi jual beli, saham-saham dalam reksa dana syariah dapat diperjual belikan. Saham-saham dalam reksa dana syariah merupakan yang harta (mal) yang dibolehkan untuk diperjual belikan dalam syariah. Tidak adanya unsur penipuan (gharar) dalam transaksi saham karena nilai saham jelas. Harga saham terbentuk dengan adanya hukum supply and demand. Semua saham yang dikeluarkan reksa dana tercatat dalam administrasi yang rapih dan penyebutan harga harus dilakukan dengan jelas.
c. Kegiatan
Investasi Reksa Dana
Dalam melakukan kegiatan investasi reksa dana
syariah dapat melakukan apa saja sepanjang tidak bertentangan dengan syariah,
diantara investasi tidak halal yang tidak boleh dilakukan adalah investasi
dalam bidang perjudian, pelacuran, pornografi, makanan dan minuman yang
diharamkan, lembaga keuangan ribawi dan lain-lain yang ditentukan oleh Dewan
Pengawas Syariah. Dalam kaitannya dengan saham-saham yang diperjual belikan
dibursa saham, BEJ sudah mengeluarkan daftar perusahaan yang tercantum dalam
bursa yang sesuai dengan syariah Islam atau saham-saham yang tercatat di
Jakarta Islamic Index (JII). Dimana saham-saham yang tercantum didalam indeks
ini sudah ditentukan oleh Dewan Syariah.
Dalam melakukan transaksi reksa dana
syariah tidak diperbolehkan melakukan tindakan spekulasi, yang didalamnya
mengandung gharar seperti penawaran palsu dan tindakan spekulasi lainnya.
8.
Obligasi Syariah
Obligasi
syariah di dunia internasional dikenal dengan sukuk. Sukuk berasal dari bahasa
Arab “sak” (tunggal) dan “sukuk” (jamak) yang memiliki arti mirip dengan
sertifikat atau note. Dalam pemahaman praktisnya, sukuk merupakan bukti (claim)
kepemilikan. Sebuah sukuk mewakili kepentingan, baik penuh maupun proporsional
dalam sebuah atau sekumpulan aset.
Berbeda dengan konsep obligasi
konvensional selama ini, yakni obligasi yang bersifat hutang dengan kewajiban
membayar berdasarkan bunga, obligasi syariah adalah suatu surat berharga
berjangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan Emiten kepada
pemegang obligasi syariah yang mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan
kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali
dana obligasi pada saat jatuh tempo (lihat Fatwa DSN, 2004).
Jika ditinjau dari aspek akad, obligasi
dapat dimodifikasi ke pelbagai jenis seperti obligasi saham, istisna,
murabahah, musyarakah, mudharabah ataupun ijarah, namun yang lebih populer dalam
perkembangan obligasi syariah di Indonesia hingga saat ini adalah obligasi
mudharabah dan ijarah.
Obligasi syariah di Indonesia mulai
diterbitkan pada paruh akhir tahun 2002, yakni dengan disahkannya Obligasi
Indosat obligasi yang diterbitkan ini berdasarkan prinsip mudharabah. Obligasi
mudharabah mulai diterbitkan setelah fatwa tentang obligasi syariah (Fatwa
DSN-MUI No.32/DSN-MUI/ /2002)dan obligasi syariah mudharabah (Fatwa DSN-MUI
No.33/DSN-MUI/ /2002). Sedangkan obligasi syariah ijarah pertama kali
diterbitkan pada tahun 2004 setelah dikeluarkannya fatwa tentang obligasi
syariah ijarah (Fatwa DSN-MUI No.41/DSN-MUI/ /2003).
Penerapan mudharabah dalam obligasi cukup
sederhana. Emiten bertindak selaku mudharib, pengelola dana dan investor
bertindak sebagai shahibul mal, alias pemilik modal. Keuntungan yang diperoleh
investor merupakan bagian proporsional keuntungan dari pengelolaan dana oleh
investor.
Dalam perdagangan obligasi syariah tidak
boleh diterapkan harga diskon atau harga premium yang lazim dilakukan oleh
obligasi konvensional. Prinsip transaksi obligasi syariah adalah transfer
service atau pengalihan piutang dengan
tanggung bagi hasil, sehingga jual beli obligasi syariah hanya boleh
pada harga nominal pelunasan jatuh tempo obligasi.
Di Indonesia penerbitan obligasi syariah
umumnya menggunakan akad mudharabah. Prinsip-prinsip pokok dalam mekanisme
penerbitan obligasi syariah dapat dilihat pada hal-hal sebagai berikut :
1.
Kontrak atau akad mudharabah atau akad syariah lainnya yang sesuai dituangkan dalam perjanjian
perwaliamanatan.
2.
Rasio atau persentase bagi hasil
(nisbah) dapat ditetapkan berdasarkan komponen pendapatan (revenue) atau
keuntungan (profit; operating profit, EBIT atau EBITDA).
3.
Nisbah ini dapat ditetapkan konstan, meningkat, ataupun menurun, dengan
mempertimbangkan proyeksi pendapatan emiten, tetapi sudah ditetapkan di awal
kontrak.
4. Pendapatan bagi hasil berarti jumlah
pendapatan yang dibagihasilkan yang menjadi hak dan oleh karenanya harus
dibayarkan oleh Emiten pada pemegang obligasi syariah yang dihitung berdasarkan
perkalian antara nisbah pemegang obligasi syariah dengan pendapatan/keuntungan
yang dibagihasilkan yang jumlahnya tercantum dalam keuangan konsolidasi emiten.
5.
Pembagian hasil pendapatan ini keuntungan dapat dilakukan secara periodik
(tahunan, semesteran, kuartalan, bulanan)
6.
Karena besarnya pendapatan bagi hasil akan ditentukan oleh kinerja aktual
emiten, maka obligasi syariah memberikan indicative return tertentu.
Landasan Dasar Obligasi Syariah
1. Firman
Allah SWT :
Al-Baqarah ayat 275
“Dan Allah menghalalkan jual-beli dan
mengharamkan riba . . .”
Al-Mujamil ayat 20
“Dan sebagian mereka berjalan di muka bumi
mencari karunia Allah”
2. Sabda
Rasulullah SAW:
“Tiga bentuk
usaha yang didalamnya mengandung barakah: yaitu jual-beli secara tangguh,
mudharabah/kerjasama dalam bagi hasil dan mencampur gandum dengan kedelai
(hasil keringat sendiri) untuk kepentingan keluarga bukan untuk dijual. (HR.
Ibnu Majah)
3.
Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI)
No.32/DSN-MUI/IX/2002, tentang obligasi syariah.
Perbedaan Obligasi Syariah dan Obligasi Konvensional
1.
Dari sisi orientasi, obligasi konvensional hanya memperhitungkan keuntungannya
semata. Tidak demikian pada obligasi syariah, disamping memperhatikan
keuntungan, obligasi syariah harus memperhatikan pula sisi halal-haram, artinya
setiap investasi yang diharamkan dalam obligasi pada produk-produk yang sesuai
dengan prinsip syariah.
2.
Obligasi konvensional, keuntungannya di dapat dari besaran bunga yang
ditetapkan, sedangkan obligasi syariah keuntungan akan diterima dari besarnya
margin/fee yang ditetapkan ataupun dengan sistem bagi hasil yang didasakan atas
aset dan prooduksi.
3.
Obligasi syariah disetiap transaksinya ditetapkan berdasarkan akad. Diantaranya
adalah akad mudharabah, musyarakah, murabahah, salam, istisna,dan ijarah. Dana
yang dihimpun tidak dapat diinvestasikan kepasar uang dan atau spekulasi di
lantai bursa. Sedangkan untuk obligasi konvensional tidak terdapat akad disetiap
transaksinya.
9.
Lembaga Zakat
i.
Pengertian
Zakat dalam arti fikih berarti
sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah diserahkan kepada orang-orang
yang berhak. Dalam sebuah hadist tentang penempatan Muaz di Yaman, Rasulullah
berkata “Terangkan kepada mereka bahwa Allah mewajibkan sedekah yang dikenakan
pada kekayaan orang-orang kaya”. Dalam beberapa ayat zakat diterangkan sebagai
sedekah.
ii.
Sejarah
Pada tahun ke-9 Hijriyah mulai ada
kewajiban tentang zakat, sedangkan shodaqoh dan fitrah pada tahun ke-2
Hijriyah. Akan tetapi ada ulama yang berpendapat bahwa kewajiban tentang zakat
ada sebelum tahun ke-9 Hijriyah. Pada awalnya zakat bersifat sukarela dan belum
ada peraturan ketentuan khusus tentang zakat, pada tahun ke-9 Hijriyah kemudian
disusun peraturan dan standar tentang zakat karena pada waktu itu islam telah
kuat. Pada masa itu pengelola zakat tidak mendapatkan gaji resmi tapi
mendapatkan bayaran dari dana tersebut.
Zakat pada masa itu merupakan salah
satu pendapatan negara, berbeda dengan pajak dan tidak diperlakukan seperti
pajak. Zakat merupakan kewajiban dan salah satu rukun islam, pengeluaran untuk
zakat ada pada Al Quran surat At taubah ayat 60.
Pada zaman Rasulullah zakat dikenakan pada
benda-benda berikut:
a. Benda logam yang terbuat dari emas dan
perak seperti koin, perkakas, ornamen, atau dalam bentuk lainnya.
b. Binatang ternak seperti unta, sapi,
domba, dan kambing.
c. Berbagai jenis barang dagangan termasuk
budak dan hewan.
d. Hasil pertanian termasuk buah-buahan.
e. Luqta,
harta benda yang ditinggalkan musuh.
f. Barang temuan.
iii.
Perbedaan
zakat dengan pajak
Berikut adalah tabel perbedaan zakat
dengan pajak:
ZAKAT
|
PAJAK
|
a. Merupakan kewajiban agamadan merupakan
salah satu bentuk ibadah.
b. Diwajibkan kepada seluruh umat islam
saja di suatu negara.
c. Kewajiban agama bagi umat islam yang
harus dibayar dalam keadaan seperti apapun.
d. Sumber dana besar zakat ditentukan
berdasarkan kitab suci Al Quran dan Sunnah dan tidak boleh diubah oleh
seseorang maupun pemerintah.
e. Butir-butir pengeluaran dan
orang-orang yang berhak menerima harta zakat juga dinyatakan oleh Al Quran
dan Sunnah zakat diperoleh dari orang berharta dan diterima kepada golongan
yang ditentukan Al Quran dan Al Hadist.
f. Zakat dikenakan bukan terhadap uang
saja tetapi juga terhadap baranag-barang komersil, hasil pertanian, barang
tambang, dan ornamen.
|
|
iv.
Organisasi
lembaga pengelola zakat
UU RI Nomor 38 tahun 1998 tentang
pengelolaan zakat Bab III pasal 6 dan 7 menyatakan bahwa lembaga pengelola
zakat di Indonesia terdiri dari dua macam, yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) yang
dibentuk oleh pemerintah dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk oleh
masyarakat.
10.
Koperasi Syariah
Koperasi sebagai sebuah istilah yang telah diserap ke
dalam bahasa Indonesia dari kata ‘Cooperation’
(Inggris). Secara semantic koperasi berarti kerja sama. Kata koperasi
mempunyai padanan makna dengan kata syirkah dalam bahasa Arab.[3] Syirkah
ini merupakan wadah kemitraan, kerjasama, kekeluargaan, kebersamaan usaha yang
sehat baik dan halal yang sangat terpuji dalam islam.
Menurut Row Ewell Paul koperasi
merupakan wadah perkumpulan (asosiasi) sekelompok orang untuk tujuan kerja sama
dalam bidang bisnis yang saling menguntungkan diantara anggota perkumpulan.
Bung Hatta dalam buku Membangun Koperasi dan Koperasi
Membangun mengkategorikan delapan
nilai sebagai spirit koperasi yaitu:
1. Kebenaran untuk menggerakan kepercayaan (trust)
2. Keadilan dalam usaha bersama
3. Kebaikan dan kejujuran mencapai perbaikan
4. Tanggung jawab dalam individualitas dan solidaritas
5. Paham yang sehat, cerdas dan tegas
6. Kemauan menolong diri sendiri
7. Menggerakan keswasembadaan dan otoaktif
8. Kesetiaan dalam kekeluargaan.
Dalam implementasinya tujuh nilai yang menjiwai
koperasi versi Hatta, dituangkan dalam tujuh prinsip operasional koperasi
secara internal dan eksternal,yaitu:
1. Keanggotaan sukarela dan terbuka
2. Pengendalian oleh anggota secara demokratis
3. Partisipasi ekonomis anggota
4. Otonomi dan kebebasan
5. Pendidikan, pelatihan dan informasi
6. Kerjasama antarkoperasi
7. Kepedulian terhadap komunitas.
11. Wakaf Tunai
i.
Pengertian
Wakaf
diambil dari kata “waqafa” yang berarti menahan atau berhenti. Dalam hukum
islam wakaf berarti menyerahkan suatu hak milik yang tahan lama (zatnya) kepada
seseorang atau nadzir (penjaga wakaf), baik berupa perorangan maupun badan
pengelola dalam hal ini bisa bank syariah maupun lembaga swasta dalam ketentuan
hasil atau manfaatnya digunakan sesuai dengan syariat islam. Harta yang telah
diwakfkan keluar dari hak milik yang mewakafkan, dan bukan pula menjadi hak
milik nadzir tetapi menjadi hak milik Allah dalam pengertian masyarakat umum.
ii.
Rukun Wakaf Tunai
Dalam wakaf terdapat 4 rukun,
yaitu:
a.
Al Wakif: Orang yang melakukan perbuatan wakaf
hendaklah dalam keadaan sehat rohaninya dan tidak dalam keaddan terpaksa atau
dalam keaddan jiwanya tertekan.
b.
Al Mauquf: Harta benda yang diwakafkan harus jelas
wujudnya atau zatnya yang bersifat abadi, artinya bahwa harta itu tidak habis
sekali pakai dan dapat diambil manfaatnya dalam jangka waktu yang lama.
c.
Al Mawqul ‘alaih: Sasaran yang berhak menerima
hasil atau manfaat wakaf dapat dibagi menjadi dua macam, wakaf khairi dimana
wakaf dimana wakifnya tidak membatasi sasaran wakafnya untuk pihak tertentu
tapi untuk kepentingan umum, sedangkan wakaf dzurri adalah wakaf dimana
wakifnya membatasi sasaran wakafnya untuk pihak tertentu, yaitu keluarga
keturunannya.
d.
Sighah: Pernyataan pemberian wakaf, baik dengan
lafadz, tulisan, maupun isyarat.
iii.
Tujuan Wakaf Tunai
Tujuan dari penggalangan wakaf
tunai adalah:
a.
Menggalang tabungan sosial dan mentranformasikan
tabungan sosial menjadi modal sosial serta membantu mengembangkan pasar modal
sosial.
b.
Meningkatkan investasi sosial.
c.
Menyisihkan sebagian keuntungan dari sumber daya
orang kaya/berkecukupan kepada fakir miskin dan anak-anak generasi berikutnya.
d.
Menciptakan kesadaran diantara orang-orang
kaya/berkecukupan menggali tanggung jawab sosial mereka terhadap masyarakat
sekitarnya.
e.
Menciptakan integrasi antara keamanan dan
kedamaian sosial serta meningkatkan kesejahteraan.
iv.
Perbedaan Wakaf dengan Shodaqoh/Hibah
Berikut adalah perbedaan
antara wakaf dengan shadaqah/hibah:
Wakaf
|
Shodaqoh
|
a.
Menyerahkan kepemilikan suatu barang kepada
orang lain.
b.
Hak milik atas barang dikembalikan kepada Allah.
c.
Objek wakaf tidak boleh diberikan atau dijual
kepada pihak lain.
d.
Manfaat barang biasanya dinikmati untuk
kepentingan sosial.
e.
Objek wakaf biasanya kekal zatnya.
f.
Pengelolaan objek wakaf diserahkan kepada
administratur yang disebut nadzir/mutawalli.
|
a.
Menyerahkan kepemilikan suatu barang kepada
pihak lain.
b.
Hak milik atas barang diberikan kepada penerima
shadaqah/hibah.
c.
Objek shadaqah/hibah boleh diberikan atau dijual
pada pihak lain.
d.
Manfaat barang dinikmati oleh penerima
shadaqah/hibah.
e.
Objej shadaqah/hibah tidak harus kekal zatnya.
f.
Pengelolaan shadaqah/hibah diserahkan kepada
penerima.
|
C.
Kesimpulan
Di dalam suatu
Negara dibutuhkan suatu lembaga yang mengatur setiap kegiatan perekonomian
sehingga dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan ketetapan yang telah dibuat
dan diatur oleh pemerintah. Ada dua jenis lembaga keuangan yaitu lembaga
keuangan Bank dan nonBank.
Dengan menggunakan
prinsip syariah dalam setiap kegiatan ekonomi maka insyaallah segala
kegiatannya akan berjalan dengan lancar karena diridoi oleh Allah guna mencapai
falah (kebahagiaan dunia akhirat) dan tidak akan ada kemudharatan.
DAFTAR PUSTAKA
- Arbi, Syafii. 2003. Mengenal Bank dan Lembaga Keuangan Nonbank. Jakarta:Djambatan
- Antonio, M.Syafi’i. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani Press.
- Euis Amalia,dkk. 2007. Serial Buku Pedoman Praktyekum Fakultas Syariah dan Hukum No 1, Buku Modul Praktekum Bank Mini, Konsep dan Mekanisme Bank Syariah. Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
- Muhamad. 2000. Prinsip-prinsip Akuntansi dalam Al-Quran, UII Press Yogyakarta.
- Muhammad, 2007. Lembaga Ekonomi Syariah, Yogyakarta: Graha Ilmu.
- Muhammad. 2005. Pengantar Akuntansi Syariah Edisi 2. Jakarta: Salemba Empat.
- Nejatullah. S, Muhammad.1985. Asuransi di Dalam Islam. Bandung: Pustaka.
- Saladin, Djaslim dan Abdus Salam DZ. 2000. Konsep Dasar Ekonomi Dan Lembaga Keuangan. Bandung: Linda Karya
- Sudarsono, Heri. 2003. Bank & Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta: EKONISIA Kampus Fakultas Ekonomi UII.
- M. Nadratuzzaman Hosen, AM Hasan Ali, dan A. Bahrul Muhtasib. 2008. Materi Dakwah Ekonomi Syariah.
- www. google.com
baus postingannya
BalasHapus