Makalah Waris Pada Masa Awal Islam
1. Langkah-langkah politik dan pengaruhnya dalam hukum islam
Formalisasi hukum waris di Indonesia, dilatar belakangi oleh tiga sistem
hukum yaitu Hukum Islam, Hukum Perdata Barat dan Hukum Adat. Dengan
adanya ketiga sistem hukum tersebut, kemudian munculah hukum waris Islam
yang ada di Indonesia dengan wajah barunya yang terdapat pada Kompilasi
Hukum Islam buku ke II. Di samping itu beberapa perkembangan telah
menunjukkan adanya perubahan ataupun kemajuan dari hukum waris yang
telah ada melalui beberapa yurisprudensi.
Persoalan Hukum Waris menyangkut tiga unsur, yaitu: adanya harta
peninggalan atau harta kekayaan pewaris yang disebut warisan Secara umum
Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama telah membawa
perubahan yang sangat mendasar terhadap eksistensi Pengadilan Agama.
Saat itu masih dikenal istilah “choice of law” atau pilihan hukum.
Pilihan hukum disini dimaksudkan bahwa para pihak diperkenankan memilih
dasar hukum yang akan dipakai dalam penyelesaian pembagian harta
warisan, yang nantinya memberikan konsekuensi terhadap pengadilan mana
yang berwenang untuk mengadili sengketa tersebut. Pilihan hukum disini
maksudnya sengketa tersebut dapat diajukan ke Pengadilan Negeri bila
penyelesaiannya tunduk pada hukum Adat atau hukum Eropa (Civil Law) atau
dapat diajukan ke Pengadilan Agama bila penyelesaiannya tunduk pada
hukum Islam.
Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 diubah dengan Undang-Undang No. 3 Tahun
2006 tentang Perubahan UU No. 7 Tahun 1989 tentang Pengadilan Agama
diharapkan untuk memangkas “choice of law” dalam Hukum Kewarisan. Dalam
Penjelasan Umum telah dinyatakan “Bahwa Para Pihak sebelum berperkara
dapat mempertimbangkan untuk memilih hukum apa yang dipergunakan dalam
pembagian warisan, dinyatakan dihapus”.Dengan dihapusnya pilihan hukum
dalam waris, maka selama ahli waris beragama Islam, maka kewenangan
untuk memeriksa dan memutus perkara warisnya adalah pengadilan agama,
dan bukan lagi menjadi kewenangan pengadilan negeri. Praktik di dalam
masyarakat, ternyata masih banyak masyarakat yang lebih mendasarkan
kepada hukum waris adat, dibandingkan dengan hukum waris Islam.
2. Hijrah dan makkah sebagai dasar pewarisan
Kekuatan kaum muslimin pada saat itu masih sangat lemah, lantaran jumlah
mereka masih sedikit sekali. Untuk menghadapi kaum musyrikin quarisy
yang sangat kuat dan banyak pengikutnya, tidak ada jalan lain yang
ditempuh oleh Rasulullah s.a.w. beserta pengikut-pengikutnya selain
meminta bantuan kepada penduduk diluar kota yang sepaham dan simpatik
terhadap perjuangan beliau beserta kaum muslimin dan memberantas
kemusrikan.
Setelah menerima perintah dari allah subahanahu wata ala agar
meninggalkan kota makkah, Rasulullah s.a.w bersama-sama dengan sejumlah
sahabat besar meninggalkan kota makkah menuju medinah. Dikota yang baru
ini Rasulullah s.a.w. beserta rombongannya disambut dengan gembira oleh
orang-orang medinah dengan ditempatkan dirumah-rumah mereka, dicukupi
segala perluan hariannya, dilindungi jiwanya dari pengejaran kaum
musyrikin quraisy dan dibantunya dalam menghadapi musuh-musuh yang
menyerang.
Untuk memperteguh dan mengabdikan persaudaraan antar kaum muhajirin dan
kaum anshar, rasulullah s.a.w. menjadikan ikatan persaudaraan tersebut
sebagai salah satu sebab untuk saling dapat pusaka mempusakai satu sama
lain. Misalnya apabila seorang muhajirin meninggal dunia dimedina dan
ia mempunyai wali(ahli waris) yang ikut hijrah, maka harta
peninggalannya dipusakai oleh walinya yang ikut hijrah, maka harta
peninggalannya dipusakai oleh walinya yang enggan hijrah kemadinah tidak
berhak mempusakai harta peninggalannya sedikitpun. Akan tetapi bila
muhajir tersebut tidak mempunyai wali yang ikut hijrah, harta
peninggalannya dapat dipusakai oleh saudaranya dari orang anshar yang
menjadi wali karena ikaan persaudaraan.
Hijrah dan muakhah sebagai sebab untuk mempusakai itu dibenarkan oleh
tuhan dalam firman-Nya pada surat al-anfal: 72“sesungguhnya orang-orang
yang beriman, berhijrah, dan berijtihad pada jalan allah dengan harta
dan jiwanya dan orang-orang yang melindungi serta menolong, mereka itu
sebgaiannya melindungi wali bagi yang lain, sedan orang-orang yang
beriman tetapi enggan berhijrah, tak ada kewajban sedikitpun bagimu
mewakilkan mereka, sebelum mereka berhijrah”. (al-anfal: 72)
Sebagian mufassirin, semisal ibnu ‘abbas r.a. al-hasan, mujahid dari
qatadah menafsirkan perwalian dalam ayat tersebut ialah ak mempusakai
yang ditimbulkan oleh kekerabatan yang terjalin oleh adanya ikatan
persaudaraan antara orang-orang muhajirin dengan orang-orang anshar.
3. Pengangkatan anak (tabbani atau adopsi) dan penentuan ahli waris
Adopsi adalah pengangkatan anak oleh seorang dengan maksud untuk menganggapnya anak itu sebagai anaknya sendiri.
Konon nabi Muhammad s.a.w. sebelum diangkat menjadi Rasul, pernah
mengambil anak angkat zaid bin haritsah, setelah ia dibebaskan dari
status perbudakannya. Karena setatus anak angkat pada saat itu identik
dengan anak keturunannya sendiri, para sahabat memanggilnya bukan zaid
bin haritsah, tetapi Zaid bin Muhammad. Salaim bin ‘tabah setelah
diambil anak angkat oleh sahabat abu hudzaifah r.a. panggilannyapun
berubah menjadi Salim bin Abi Hudzaifah
Lembaga adopsi beserta akibat hukumnya tidak bertahan lama pada zaman
awal-awal islam. Lembaga ini berakhir setelah di turunkan surat
al-ahzab: 4,5 dan al-ahzab 40.
وَمَاجَعَل اَدعِيَآءَكُمْؕؕذَلِكُمْ قَوْلُكُمْ بِاَفْوَاھِكُمْؕؕوَاللّه
يَقُوْلُ اْلحَقَّ وَهُوَيَہْدِي السَّبِيْلَ. اُدْعُوْهْمْ لِاَبَٓاءِهِم
هُوَاَقْسَطُ عِنْدَاللَّهِٝفَاِخْوَانَكُمْ فِى الدِّيْنِ وَمَوَالِيكْمٗ
“...... Dan tuhan tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak
kandungmu sendiri. Yang demikian itu hanyalah perkataanmu dimulutmu
saja. Sedang allah atu mengatakan yang sebenarnya dan menunjukkan jalan
(yang benar). Panggillah mereka dengan memakai nama ayah-ayahnya (yang
sebenarnya). Sebab yang demikian itu lebih adil disisi allah, jika kamu
tidak mengetahui ayahnya, maka (panggillah mereka sebagai memanggil)
saudara-saudaramu seagama dan maula-maula (orang-orang yang dibawah
pemeliharaanmu).... dst.al ahzab 4.
Hal-hal yang penting untuk diperhatikan:
a. Adopsi boleh dilakukan oleh suami isteri bersama-sama(pasal 5 ayat 2)
b. Adopsi dilakukan oleh seorang duda, maka ia harus tidak mempunyai keturunan di dalam garis laki-laki(pasal 5 ayat 1)
c. Seorang janda yang tidak kawin lagi dapat mengadopsi, jika dari
suaminya yang telah meninggal dunia itu tidak mempunyai keturunan
lelaki(pasal 5 ayat 3)
d. Yang dapat diadopsi adalah seorang anak lelaki yang belum kawin
dan belum mempunyai anak, dan yang belum diadopsi orang lain.(pasal 6)
e. Orang yang di adopsi harus berumur paling sedikit 18 tahun lebih
muda dari lelaki dan 15 tahun lebih muda dari permpuan bersuami atau
janda yang melakukan adopsi(pasal 7 ayat 1)
f. Jika yang diadopsi itu seorang keluarga sedarah maka dengan
diadopsinya itu, anak itu harus menduduki derajat keturunan yang sama
terhadap leluhurnya yang sama (pasla 7 ayat 2) sebelum diadopsiI.
D. Fath makkah dan pengaruhnya dalam formulasi hukum islam
Setelah aqidah mereka bertambah kuat dan satu sama lain telah terpupuk
rasa saling cinta mencintai, apalagi kecintaan mereka kepada Rasulullah
sendiri sudah sangat mesra, perkembangan agama islam makin maju,
pengikut pengikut agama islam bertambah banyak, pemerintahan islam sudah
stabil dan lebih dari itu penaklukan kota mekkah telah berhasil dengan
sukses, maka kewajiban hijrah yang semula sebagai media untuk menyusun
kekuatan antara orang muslimin dari Mekkah dengan orang Muslimin dari
Madinah dicabut dengan sabda beliau yang artinya “Tidak ada kewajiban
berhijrah lagi setelah penaklukan kota Mekah” (al-Bukhari)
Demikian juga sebab sebab mempusakai yang berdasarkan ikatan
persaudaraan (muakhah) dinasakh oleh firman Allah dalam surah Al Ahzab:6
Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri
mereka sendiri. dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka. dan
orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak
(waris-mewarisi) di dalam kitab Allah daripada orang-orang mukmim dan
orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kamu berbuat baik kepada saudara
saudaramu (seagama). adalah yang demikian itu telah tertulis di dalam
kitab (Allah).
Sebab sebab mempusakai yang hanya berdasarkan kelaki lakian yang dewasa
lagi kuat berjuang, dengan mengenyampingkan anak anak yang belum dewasa
dan kaum perempuan, sebagaimana yang dilakukan oleh orang orang
jahiliyah juga telah dibatalkan. Pembatalan tersebut tercantum dalam
surah An Nisa’ 7: yang artinya“bagi orang laki-laki ada hak bagian dari
harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak
bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik
sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan. Adapun tentang
ketiadaan wanita dan anak anak yang belum dewasa untuk mendapatkan
harta warisan dibatalkan oleh Allah dalam surat an-Nisa’ : 11 yang
artinya “Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk)
anak anakmu. Yaitu : bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua
orang anak perempuan dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari
dua, Maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika
anak perempuan itu seorang saja,
Maka ia memperoleh separo harta. dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi
masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang
meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai
anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), Maka ibunya mendapat
sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, Maka
ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas)
sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar
hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui
siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. ini
adalah ketetapan dari Allah.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. Kemudian
mempusakai yang berdasarkan janji prasetia, sebagai yang tercantum dalam
surah an Nisa’ ayat 33, dinasakhkan oleh firman Allah dalam surah al
Anfal ayat 75: yang artinya “dan orang-orang yang beriman sesudah itu
kemudian berhijrah serta berjihad bersamamu Maka orang-orang itu
Termasuk golonganmu (juga). orang-orang yang mempunyai hubungan Kerabat
itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan
kerabat) di dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala
sesuatu.
Mempusakai yang berdasarkan adopsi dibatalkan oleh firman Allah dalam
surah al Ahzab ayat 4 dan 5: yang artinya Allah sekali-kali tidak
menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya dan Dia tidak
menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar itu sebagai ibumu, dan Dia
tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri).
yang demikian itu hanyalah perkataanmu dimulutmu saja. dan Allah
mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang
benar)Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama
bapak-bapak mereka Itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu
tidak mengetahui bapak-bapak mereka, Maka (panggilah mereka sebagai)
saudara-saudaramu seagama dan maulamaulamu dan tidak ada dosa atasmu
terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa
yang disengaja oleh hatimu. dan Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.
Dengan demikian pada masa islam jaya (setelah fath} makkah) sebab-sebab
mendapatkan harta warisan sudah mengalami pembaharuan. Sebab Hijrah dan
muakhkhah, janji setia, adopsi sudah di batalkan oleh islam. Setelah
jaya sebab-sebab mendapat harta warisan ada tiga yaitu :
a.nasab (keturunan)
b.perkawinan
c.wala (memerdekakan budak)
Dalam persoalan nasab paradigma sudah berkembang. Kalau pada zaman
jahiliyyah yang berhak mendapatkan warisan hanya laki-laki yang sudah
dewasa, pada masa islam jaya, tidak hanya laki-laki yang berhak
mendapatkannya, tetapi perempuan pun berhak mendapatkannya tetapi dengan
porsi 2:1, laki-laki 2 perempuan 1. Ini menunjukkan perkembangan dan
pembaharuan hukum islam,. Karena pada awalnya perempuan tidak hanya
tidak mendapatkan harta warisan tetapi dia menjadi harta warisan.
Sedangkan wala’ (memerdekakan budak) menjadi sarana untuk mendapatkan
harta warisan karena pada masa jahiliyyah dan awal islam perbudakan
masih marak dilakukan. Salah satu misi islam yang dibawa rasulullah
adalah untuk memerdekakan manusia, salah satu metode yang dipakai
rasulullah agar tuan itu mau memerdekakan budaknya adalah dengan cara,
orang yang mau memerdekakan budak ketika budak itu mati maka sayyid
(tuan) yang memerdekakan tadi berhak mendapatkan warisan dari harta
budak tadi. Hal ini ditegaskan nabi dalam haditsnya yaitu : “Wala’ itu
mempunyai bagian sebagaimana bagian kerabat”.(HR. Ibn hibban dan Hakim)
Sedangkan tentang saling waris mewarisi disebabkan hubungan zaujiyyah
(perkawinan) di jelaskan oleh Allah dalam surat an-nisa’ ayat 12 : yang
artinya dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan
oleh isteri isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. jika
isteri-isterimu itu mempunyai tanak, Maka kamu mendapat seperempat dari
harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau
(dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta
yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. jika kamu
mempunyai anak, Maka Para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang
kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan)
sesudah dibayar hutang-hutangmu
DAFTAR PUSTAKA
- Ali, Afandi.2004.hukum waris hukum keluarga hukum pembuktian.Jakarta: CV Rineka Cipta
- Rohman,Fathchur.1975.ilmu waris.Bandung:PT Alma’arif
- http://makalahkomplit.blogspot.com/2012/10/dasar-pewarisan-pada-masa-awal-islam.html