Buluughul
Maram adalah kitab hadits yang berbicara tentang masalah fiqh, banyak
para fuqaha beristidlal dengan hadits-hadits yang ada di dalamnya. Penyusunnya
Al Haafizh Ibnu Hajar Al ‘Asqalaaniy adalah seorang ahli hadits besar
disamping sebagai ahli fiqh. Hal ini sebagaimana yang kita ketahui dari
kitab besar yang disusunnya yaitu Fathul Bari sebagai syarahnya terhadap Shahih Bukhari, dan kitab-kitabnya yang lain. Melihat
isi Buluughul Maram yang tidak henti-hentinya orang membutuhkannya.
Maka atas dasar ini, kami pun menyempatkan diri untuk menerjemahkannya.
Dan dalam menerjemahkan kami pun melihat beberapa terjemahan Buluughul
Maram seperti yang diterjemahkan oleh Al Ustadz A. Hassan dan Prof. Drs.
Masdar Helmy, di samping melihat juga kepada kitab syarah Buluughul
Maram “Subulus Salam”.
Sedangkan
dalam menyebutkan takhrijnya, kami banyak merujuk kepada dua kitab;
Takhrij dari cetakan Darul ‘Aqiidah yang banyak merujuk kepada
kitab-kitab karya Syaikh M. Nashiruddin Al Albani rahimahullah[1], dan Buluughul Maram takhrij Syaikh Sumair Az Zuhairiy rahimahullah murid Syaikh Al Albani[2].
Kami
berharap kepada Allah semoga usaha kami ini ikhlas karena mengharapkan
Wajah-Nya dan bermanfaat bagi saudara kami kaum muslimin yang tinggal di
negeri ini. Allahumma amin.
Ditulis oleh Al Ustadz Marwan Bin Musa -Hafidzhahullah- staf pengajar Ibnu Hajar Boarding School
[1] Kami singkat dengan “TCDA” (takhrij dari cetakan Darul ‘Aqidah).
[2] Kami singkat dengan “TSZ” (Takhrij/tahqiq Sumair Az Zuhairiy).
++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
بَابُ الْآنِيَةِ
Bab tentang bejana
18- عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَانِ رَضِيَ الْلَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ,
لَا تَشْرَبُوا فِي آنِيَةِ الذَّهَبِ والْفِضَّةِ، وَلَا تَأْكُلُوا فِي
صِحَافِهَا، فَإِنَّهَا لَهُمْ فِي الدُّنْيَا، وَلَكُمْ فِي الْآخِرَةِ - مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
1. Dari
Hudzaifah bin Al Yaman radhiyallahu ‘anhu ia berkata: Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kamu minum dengan
bejana emas dan perak, juga jangan makan dengan piring yang terbuat dari
keduanya (emas dan perak), karena keduanya buat mereka (orang-orang
kafir) di dunia sedang di akhirat buat kamu.” (Muttafaq ‘alaih)[1]
19- وَعَنْ أُمِّ سَلَمَةَ رَضِيَ الْلَّهُ عَنْهَا، قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ الْلَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ , الَّذِي يَشْرَبُ فِي إِنَاءِ الْفِضَّةِ إِنَّمَا يُجَرْجِرُ فِي بَطْنِهِ نَارَ جَهَنَّمَ - مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
2. Dari
ummu Salamah radhiyallahu ‘anhaa ia berkata: Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Orang yang minum dengan bejana perak,
sebenarnya ia menuangkan ke dalam perutnya api neraka jahannam.”
(Muttafaq ‘alaih)[2]
20- وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ الْلَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ الْلَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ , إِذَا دُبِغَ الْإِهَابُ فَقَدْ طَهُرَ - أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ
3. Dari
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma ia berkata: Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila disamak sebuah kulit maka jadilah
suci.” (Diriwayatkan oleh Muslim)[3]
21- وَعِنْدَ الْأَرْبَعَةِ: , أَيُّمَا إِهَابٍ دُبِغَ -
4. Sedangkan dalam riwayat empat orang “Kulit mana saja yang disamak.”[4]
22- وَعَنْ سَلَمَةَ بْنِ الْمُحَبِّقِ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ الْلَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ , دِبَاغُ جُلُودِ الْمَيْتَةِ طُهُورُهاَ - صَحَّحَهُ ابْنُ حِبَّانَ
5. Dari
Salamah bin Al Muhabbiq radhiyallahu ‘anhu ia berkata: Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Disamaknya kulit bangkai adalah
sebagai pensucian buatnya.” (Dishahihkan oleh Ibnu Hibban)[5]
23- وَعَنْ مَيْمُونَةَ رَضِيَ الْلَّهُ عَنْهَا، قَالَتْ: , مَرَّ رَسُولُ الْلَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِشَاةٍ
يَجُرُّونَهَا، فَقَالَ: "لَوْ أَخَذْتُمْ إِهَابَهَا؟" فَقَالُوا:
إِنَّهَا مَيْتَةٌ، فَقَالَ: "يُطَهِّرُهَا الْمَاءُ وَالْقَرَظُ" - أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ، وَالنَّسَائِيُّ
6. Dari
Maimunah radhiyallahu ‘anhaa ia berkata: “Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam melewati seekor kambing yang ditarik oleh orang-orang, maka
Beliau bersabda, “Kalau seandainya kalian ambil kulitnya (tentu
bermanfaat-pent)”, orang-orangpun berkata, “Sesungguhnya ia sudah jadi
bangkai”, maka kata Beliau, “Bisa suci oleh air dan pohon salam.”
(Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Nasa’i)[6]
24-وَعَنْ أَبِي ثَعْلَبَةَ الْخُشَنِيِّ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُ قَالَ: , قُلْتُ: يَا رَسُولَ الْلَّهِ، إِنَّا بِأَرْضِ قَوْمٍ أَهْلِ كِتَابٍ، أَفَنَأْكُلُ فِي آنِيَتِهِمْ؟]فـَ] قَالَ: "لَا تَأْكُلُوا فِيهَا، إِلَّا أَنْ لَا تَجِدُوا غَيْرَهَا، فَاغْسِلُوهَا، وَكُلُوا فِيهَا" - مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
7. Dari
Abu Tsa’labah Al Khusyanni radhiyallahu ‘anhu ia berkata: Aku berkata,
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami berada di daerah sebuah kaum dari
kalangan ahli kitab, bolehkah kami makan dengan bejana mereka?”, Beliau
menjawab, “Janganlah kamu makan dengannya, kecuali kamu tidak mendapati
selainnya maka cucilah terlebih dahulu lalu makanlah dengnnya”.
(Muttafaq ‘alaih)[7]
25- وَعَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ رَضِيَ الْلَّهُ عَنْهُمَا؛ , أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَصْحَابَهُ تَوَضَّئُوا مِنْ مَزَادَةِ اِمْرَأَةٍ مُشْرِكَةٍ. - مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ، فِي حَدِيثٍ طَوِيلٍ
8. Dari
Imran bin Hushshain radhiyallahu ‘anhuma ia berkata: “Bahwa Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabatnya berwudhu’ dari tempat
air milik wanita musyrik.” (Muttafaq ‘alaih dalam hadits yang panjang)[8]
26- وَعَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُ , أَنَّ قَدَحَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِنْكَسَرَ، فَاتَّخَذَ مَكَانَ الشَّعْبِ سِلْسِلَةً مِنْ فِضَّةٍ. - أَخْرَجَهُ الْبُخَارِيُّ
9. Dari
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu ia berkata: “Bahwa Bejana Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah pecah, maka Beliaupun mengganti
bagian yang pecah dengan sambungan yang terbuat dari perak.”
(Diriwayatkan oleh Bukhari)[9]
[1] Shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (5426) dalam Al Ath’imah, Muslim (2067) –TCDA-. Dalam TSZ disebutkan lafaz Bukhari sbb,
عن
عبد الرحمن بن أبي ليلى، قال: إنهم كانوا عند حذيفة، فاستسقى، فسقاه
مجوسي، فلما وضع القدح في يده، رماه به، وقال: لولا أني نهيته غير مرة ولا
مرتين! -كأنه يقول: لم أفعل هذا- لكني سمعت النبي صلى الله عليه وسلم،
يقول: "لا تلبس الحرير ولا الديباج، ولا تشربوا" .. الحديث.
Dari
Abdurrahman bin Abi Laila ia berkata: Mereka pernah di dekat Hudzaifah,
ia (Hudzaifah) lalu meminta air, lalu diberilah oleh seorang majusi,
ketika gelasnya ditaruh di tangannya, ia melemparnya dan berkata, “Kalau
saja karena aku dilarang memakainya lebih dari sekali dan dua kali!
–sepertinya ia mengatakan “Sudah tentu aku tidak akan lakukan”- tetapi
aku mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah
kamu memakai sutera tipis maupun tebal, dan janganlah minum…dst” (Lihat
hadits di atas)
Lafaz tersebut adalah lafaz Bukhari, di sana juga ada kata-kata “ولنا في الآخرة”, kalimat ini tidak ada dalam riwayat Muslim.
[2] Shahih, diriwayatkan oleh Buakhari (5634) dalam Al Asyribah, Muslim (2065) dalam Al Libas waz Ziinah, Ibnu Majah (3413) –TCDA-.
[3] Shahih, diriwayatkan oleh Muslim (366) dalam Al Haidh -TCDA-.
[4] Shahih,
diriwayatkan oleh Abu Dawud (4123) dalam Al Libas, Nasa’i (4241) bab
Juluudul maitah, Tirmidzi (1728) dalam Al Libas, Ibnu Majah (3609) dan
dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih Abu Dawud (4123) –TCDA-.
Sumair
Az Zuhairiy mengatakan, “Al Haafizh rahimahullah keliru mengatakan
“dalam riwayat empat orang”, karena Abu Dawud tidak meriwayatkan hadits
ini dengan lafaz tersebut, lafaz Abu Dawud adalah sama dengan lafaz
Muslim.”
[5] Shahih,
hadits Salamah bin Al Muhabbiq diriwayatkan oleh Abu Dawud (4125),
Nasa’i (2/191), Daruquthni (hal. 17), Hakim (4/141), juga Ahmad (3/476)
dari jalan Qatadah dari Al Hasan dari Jaun bin Qatadah dari Salamah bin
Al Muhabbiq bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam perang Tabuk
pernah meminta sebuah air kepada seorang wanita, lalu katanya, “Saya
tidak memilikinya selain tempat minum dari (kulit bangkai)”, Beliaupun
bertanya, “Bukankah kamu telah menyamaknya?” jawabnya, “Ya”, maka kata
Beliau, “Sesungguhnya menyamaknya adalah pensucinya.”, ini lafaz Nasa’i,
Abu Dawud meriwayatkan “Dibaaghuhaa thahuuruhaa”, sedangkan Ahmad
menambahkan “Aw dzakaatuhaa”. Dan dalam sebuah riwayatnya, “Dzaakaatul
adiim dibaaghuhu”, sedangkan lafaz Daruquthni adalah “Dibaaghul adiim
dzakaatuhu”, Hakim mengatakan “Shahih isnadnya“ dan disepakati oleh Adz
Dzahabiy. Al Albani berkata: para perawinya adalah tsiqah; para perawi
Bukhari-Muslim selain Jaun bin Qatadah, ia adalah majhul. Ahmad dan yang
lain mengatakan “Tidak dikenal”. Namun hadits ini memiliki syahid
(penguat) dari hadits Aisyah secara marfu’ dengan lafaz “Dzakaatul
maitah dibaaghuhaa”. [Ghaayatul Maraam (26)]. Dan hadits Ibnu Hibban ada
dalam Shahihnya dengan no. (2/291) dari Aisyah -TCDA-.
Sumair
Az Zuhairiy mengatakan, “Shahih, meskipun Al Haafizh keliru, karena
menghubungkan lafaz ini kepada Ibnu Hibban melalui riwayat Ibnul
Muhabbiq tidak benar, sebenarnya itu adalah lafaz hadits Aisyah.”
[6] Shahih,
diriwayatkan oleh Abu Dawud (4126) dalam Al Libaas, Nasa’i (4248) bab
Maa yudbaghu min juluudil maitah, dan dishahihkan oleh Al Albani dalam
Shahih Abu Dawud (4126) -TCDA-.
[7] Shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (5488), Muslim (1930) dalam Ash Shaid -TCDA-.
[8] Shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (344) dalam At Tayammum, Muslim (682) dalam Al Masaajid wa mawaadhii’ush shalaah -TCDA-.
Dalam TSZ disebutkan, “Tidak ada dalam Bukhari dan Muslim lafaz yang disebutkan oleh Al Haafizh ni.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar